Deontologi & Deleontologi

Nama : Herman
Nim : 2008420049
DOKTER
ETIKA DEONTOLOGI
Istilah “ deontologi “ berasal dari kata Yunani deon, yang artinya kewajiban. Etika Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Menurut para ahli Etika Deontologi, tindakan yang baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri adalah baik untuk dirinya sendiri. Melakukan perbuatan baik adalah suatu keharusan, orang sering menyebutnya sebagai suatu kewajiban. Keyakinan untuk melakukan yang baik dan dilakukan dengan sendirinya demi hubungan baik dan buruk dapat mengelakkan perilaku buruk. Hal ini sudah demikian dalamnya tertanam pada hati manusia, yang merupakan manifestasi dari sebuah kesadaran etis manusia. Dengan kata lain, suatu tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dillaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Istilah “ deontologi “ berasal dari kata Yunani deon, yang artinya kewajiban. Etika Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Menurut para ahli Etika Deontologi, tindakan yang baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri adalah baik untuk dirinya sendiri. Melakukan perbuatan baik adalah suatu keharusan, orang sering menyebutnya sebagai suatu kewajiban. Keyakinan untuk melakukan yang baik dan dilakukan dengan sendirinya demi hubungan baik dan buruk dapat mengelakkan perilaku buruk. Hal ini sudah demikian dalamnya tertanam pada hati manusia, yang merupakan manifestasi dari sebuah kesadaran etis manusia. Dengan kata lain, suatu tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dillaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu.
Atas dasar tersebut, Etika Deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari pelakunya. Sebagaimana diungkapkan seorang seorang pakar etika bernama Immanuel Kant ( 1734 – 1804 ), kemauan baik harus dinilai baik pada dirinya sendiri terlepas dari apapun juga. Oleh karena itu, di dalam menilai seluruh tindakan kita, kemauan baik harus selalu dinilai paling pertama dan menjadi kondisi dari segalanya.
ETIKA TELEOLOGI DOKTER
Teleologis, dalam bahasa Yunani artinya tujuan. Berbeda dengan Etika Deontologi, Etike Teleologi justru mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu
Menurut Kant, setiap norma dan kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja dalam setiap situasi, jadi sejalan dengan pendapat Kant dimaksud bahwa Etika teleologi lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibat suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu. Berdasarkan pembahasan Etika Teleologis ini, muncul aliran – aliran Teleologis, yaitu :
Egoisme
Egoisme adalah pandangan bahwa tindakan setiap orang bertujuan untuk mengejar kepentingan atau memajukan dirinya sendiri. Egoisme bisa menjadi persoalan serius ketika secara signifikan berhubungan dengan hedonisme, yaitu ketika kebahagian dan kepentingan pribadi semata – mata hanya kenikamatan fisik yang bersifat vulgar. Artinya yang baik secara moral disamakan begitu saja dengan kesenangan dan kenikmatan. Egoisme adalah pandangan bahwa tindakan setiap orang bertujuan untuk mengejar kepentingan atau memajukan dirinya sendiri. Egoisme bisa menjadi persoalan serius ketika secara signifikan berhubungan dengan hedonisme, yaitu ketika kebahagian dan kepentingan pribadi semata – mata hanya kenikamatan fisik yang bersifat vulgar. Artinya yang baik secara moral disamakan begitu saja dengan kesenangan dan kenikmatan.
Utilitarianisme
Utilitarianisme adalah penilaian suatu perbuatan berdasarkan baik dan buruknya tindakan atau kegiatan yang bertumpukan kepada tujuan atau akibat dari tindakan itu sendiri bagi kepentingan orang banyak. Etika utilitarianisme bahkan bisa membenarkan suatu tindakan yang secara deontologis tidak etis sebagai tindakan yang baik dan etis yaitu ketika ternyata tujuan atau akibat dari tindakan itu bermanfaat bagi orang atau kelompok orang tertentu, atau bahkan bagi banyak orang. Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral. Tidak ada paksaan bahwa orang harus bertindak sesuai dengan cara tertentu yang mungkin tidak diketahui alasannya mengapa demikian. Jadi tindakan baik itu kita putuskan dan pilih sendiri berdasarkan kriteria yang rasional dan bukan sekedar mengikuti tradisi, normal atau perintah tertentu. Orang tidak lagi merasa dipaksa karena takut melawan perintah Tuhan, takut akan hukum atau takut akan cercaan masyarakar dan sebagainya melainkan bebas memilih alternatif yang dianggapnya terbaik berdasarkan alasan – alasan yang ia sendiri akui objektifitasnya. Bahkan ia sendiri secara bebas dapat mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakan yang diambilnya itu kepada siapa saja termasuk dirinya sendiri. Suatu tindakan dinilai baik s ecara moral bukan karena tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar bagi orang yang melakukan tindakan itu, melainkan karena tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar bagi semua orang yang terkait, termasuk orang yang melakukan tindakan itu. Karena itu utilitarianisme tidak bersifat egois, semakin banyak orang terkena akibat baik suatu kebijaksanaan atau tindakan, semakin baik tindakan tersebut. Jadi etika ini tidak mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan kepetingan pribadi atau berdasarkan akibat baiknya demi diri sendiri dan kelompok sendiri.
Utilitarianisme adalah penilaian suatu perbuatan berdasarkan baik dan buruknya tindakan atau kegiatan yang bertumpukan kepada tujuan atau akibat dari tindakan itu sendiri bagi kepentingan orang banyak. Etika utilitarianisme bahkan bisa membenarkan suatu tindakan yang secara deontologis tidak etis sebagai tindakan yang baik dan etis yaitu ketika ternyata tujuan atau akibat dari tindakan itu bermanfaat bagi orang atau kelompok orang tertentu, atau bahkan bagi banyak orang. Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral. Tidak ada paksaan bahwa orang harus bertindak sesuai dengan cara tertentu yang mungkin tidak diketahui alasannya mengapa demikian. Jadi tindakan baik itu kita putuskan dan pilih sendiri berdasarkan kriteria yang rasional dan bukan sekedar mengikuti tradisi, normal atau perintah tertentu. Orang tidak lagi merasa dipaksa karena takut melawan perintah Tuhan, takut akan hukum atau takut akan cercaan masyarakar dan sebagainya melainkan bebas memilih alternatif yang dianggapnya terbaik berdasarkan alasan – alasan yang ia sendiri akui objektifitasnya. Bahkan ia sendiri secara bebas dapat mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakan yang diambilnya itu kepada siapa saja termasuk dirinya sendiri. Suatu tindakan dinilai baik s ecara moral bukan karena tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar bagi orang yang melakukan tindakan itu, melainkan karena tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar bagi semua orang yang terkait, termasuk orang yang melakukan tindakan itu. Karena itu utilitarianisme tidak bersifat egois, semakin banyak orang terkena akibat baik suatu kebijaksanaan atau tindakan, semakin baik tindakan tersebut. Jadi etika ini tidak mengukur baik buruknyasuatu tindakan berdasarkan kepetingan pribadi atau berdasarkan akibat baiknya demi diri sendiri dan kelompok sendiri.
function myFunction(param1, param2){
statements
}
BISNIS
Monopoli Ditinjau dari Teori Etika Deontologi
Konsep teori etika deontologi ini mengemukakan bahwa kewajiban manusia untuk bertindak secara baik, suatu tindakan itu bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri dan harus bernilai moral karena berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang baik dari pelaku.
Dalam kasus ini, PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata. Jadi menurut teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya.
Monopoli Ditinjau dari Teori Etika Teleologi bisnis
Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi justru mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Dalam kasus ini, monopoli di PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.
Monopoli Ditinjau dari Teori Etika Utilitarianisme
Etika utilitarianisme adalah teori etika yang menilai suatu tindakan itu etis apabila bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Tindakan PT. PLN bila ditinjau dari teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka melakukan monopoli. Sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat bergantung pada PT. PLN.

Profesi pilot deontologi
setiap saat – di langit yang begitu luas – kondisi yang luar biasa dapat saja terjadi. Ada seorang kawan yang pernah menjadi friendlist saya yang kebetulan juga merupakan “pekerja udara” berkata bahwa mereka “para pengemudi udara” dididik untuk siap menghadapi kondisi yang “tidak normal” sebab kalau kondisi normal, orang biasa saja dengan sedikit belajar bisa menerbangkan pesawat karena begitu luar biasanya design dari sebuah pesawat yang sudah automatic.
Terguncang dan terperangkap meski tidak terlalu lama dalam cuaca yang ekstrem mendadak seperti itu membuat batin saya berbisik “Berapa banyak uang rela kamu korbankan untuk keselamatan penerbangan ini ??” Astaqfirullah..betapa banyaknya uang yang diterimakan rasanya tidak sebanding dengan “pengorbanan” yang mereka.
Ketika langit bergolak menguncang penerbangan sesuai dengan apa yang saya khawatirkan sebelumnya – terlebih hampir semua penerbangan di tunda karena alasan “operasional” tumben-tumbenan membuat hati saya tercekam ketakutan. Akhirnya saya menjawab dalam hati, Ya Allah, please..saya rela mengikhlaskan semua uang yang ada pada saya saat ini demi keselamatan penerbangan ini..** hehe…lucunya ternyata pada penerbangan malam itu saya benar-benar kehilangan dompet saya yang kebetulan kecil, padat berisi lantaran saya duduk di exit window, tas harus diletakkan di atas..kebetulan saya ingin membeli gift dan souvenir di inlight shop, saya keluarkan dompet saya dan ketika saya ingin naik taxi..ups..baru sadar dompet saya tidak ada – tapi terima kasih buat staf maskapai tersebut yang telah rela membantu saya mencari dompet saya tersebut, sayang tidak ketemu..never mind dari awal saya sudah mengiklaskannya
Etika egoisme
Harus saya akui, sempat artikel dari sebuah situs ternama yang sempat membuat 3 serial bersambung bertajuk ” Skandal Cinta Pra-Pi (3)” yang juga menjadi ‘link” dari situs pertemanan saya sedikit banyak membuat saya “mengira-ira” benar tidaknya apa yang disampaikan pada artikel tersebut. Tapi hari ini, pandangan saya sangat jelas dan bening – setidaknya dari sudut pandang saya tentu – bahwa semua “tuduhan” itu harus segera ditiadakan.
Saat berbincang-bincang dengan seorang yang telah saya anggap seperti kakak perempuan saya sendiri – dan kebetulan dia adalah seorang istri dari “pekerja pertama udara” mengakui bahwa musim penghujan membuat hati dia jauh lebih cemas. Pasalnya sebagai seorang istri yang telah mendampingi sekian lama dan kebetulan dia adalah mantan pramugari telah memahami kondisi-kondisi cuaca yang membahayakan penerbangan
Etika Utilitarianisme
Buat orang-orang yang masih bisa memiliki pemikiran kurang tepat terhadap “hidup para pekerja udara” please….stop pemikiran negative tentang mereka! Bagaimana mungkin mereka rela diri mereka sewaktu-waktu akan terjun ke neraka jahanam selama-lamanya dalam kehidupan keabadian mereka hanya karena mereka harus meninggalkan keluarga terkadang sampai 4 hari, berada di lingkungan mess dan hotel yang sangat “memungkinkan” terjadinya hal-hal yang “diinginkan” sementara setiap mereka melangkahkan kaki untuk bertugas – di atas langit hanya ada tangan Tuhan yang menjaga “burung besi” tempat mereka bertugas dari kejatuhan ?? Bukankah justru keindahan langit biru yang menawan justru makin melekatkan batin mereka kepada Sang Maha Pencipta seluruh alam ?? Ketika saat langit bergolak, mereka harus mampu mengalahkan kecemasan mereka dan tetap melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggungjawab. Bahkan ketika tangan-tangan badai menguncang..semua itu hanya akan menambah mereka merasa dekat dengan Allah Yang Maha Merajai ?? Mengingat bahwa “kematian” hanya sejengkal di depan mata – masih sanggupkah mereka mengadaikan keimanan mereka demi kesenangan duniawi yang begitu cepat menghilang dan menukarnya dengan azab neraka yang tak berkesudahan??
Tak hanya itu, meski baru sekali ini saya pulang pergi dengan mengunakan pesawat yang sama – pergi jam 20.00 WIB malam hari dan kembali pukul 06.30 WIB telah cukup membuat saya kapok mengambil pasangan jam terbang yang sama. Padahal secara periodik para pekerja udara mendapat giliran waktu yang sama dari waktu ke waktu…
Kepada para semua pekerja udara..bersemangatlah!!!! hari padat merayap dalam bertugas euy!! Musim liburan bagi semua orang = hari penuh kesibukan bagi seluruh pekerja udara..fiuh..lagi-lagi mengingatkan aku tentang betapa besarnya sebuah pengorbanan. Namun percayalah doa orang-orang tercinta akan selalu menyertai langkah saat dalam bertugas!!
myFunction();

0 komentar :